Skandal di Bohemia (7)

Tepat pada jam tiga aku sudah berada di Baker Street, tapi Holmes belum kembali. Induk semang memberitahuku bahwa Holmes pergi keluar tak lama setelah jam delapan pagi.

Aku duduk di samping perapian dengan niat untuk menunggunya kembali. Selama apa pun aku tetap akan menunggu. Aku telah menjadi sangat tertarik dengan penyelidikannya karena, walaupun kasus ini tidak mengandung kekaburan dan keanehan sebagaimana pada dua kasus lain yang pernah kucatat, namun sifat kasus ini dan kedudukan kliennya memberikan karakter tersendiri bagi kasus ini.


Dan memang, selain dari sifat penyelidikan yang sedang dilaksanakan oleh temanku itu, ada sesuatu pada kemampuannya dalam memahami situasi dan, penalarannya yang tekun dan tegas, yang membuatku senang mempelajari sistem kerjanya dan mengikuti metode-metodenya yang cepat dan halus, yang dimanfaatkannya untuk menguraikan misteri-misteri paling ruwet.

Aku begitu terbiasa dengan berbagai keberhasilannya sehingga setiap kemungkinan bahwa dia gagal tak pernah memasuki pikiranku.

Hampir jam empat sore ketika pintu terbuka. Seorang tukang kuda yang tampak sedang mabuk, kumal, dan bercambang, dengan wajah yang merah dan pakaian yang kotor, berjalan memasuki ruangan. Walaupun aku telah terbiasa dengan kekuatan luar biasa temanku dalam melakukan penyamaran, aku masih memerlukan tiga kali mengamati dengan saksama sebelum aku yakin bahwa orang itu memang Holmes.

Sambil mengangguk, ia menghilang ke dalam kamar tidur, dari mana ia muncul lagi lima menit kemudian dengan jas wol yang rapi seperti biasanya. Sambil memasukkan tangannya di dalam saku, ia merentangkan kakinya di depan perapian, dan tertawa lebar selama beberapa menit.

“Sungguh hebat!” serunya, dan ia pun tergelak. Dan ia tergelak lagi hingga ia harus bersandar, limbung dan tanpa daya, di kursi.

“Ada apa?”

“Ini memang lucu. Aku yakin kau tak bisa menduga bagaimana aku menghabiskan pagi ini atau apa yang kulakukan.”

“Aku tak bisa membayangkan. Kukira kau telah mengawasi kebiasaan-kebiasaan, dan mungkin juga rumah, Nona Irene Adler.”

“Agak tepat, tapi tahapannya agak tidak biasa. Tapi akan kuceritakan padamu. Aku meninggalkan rumah tak lama setelah jam delapan pagi. Ada rasa simpati dan kesetiakawanan freemasonry di kalangan para tukang kuda. Jadilah salah satu dari mereka, dan kau akan tahu apa pun yang ingin kauketahui. Aku segera menemukan Briony Lodge. Itu adalah sebuah vila bijou (mewah), dengan sebuah taman di halaman belakang, tapi bagian depannya tepat berhadapan dengan jalan, dan terdiri dari dua lantai. Ada gembok besar pada pintu. Ruang duduk luas di sisi kanan, berperabot lengkap, dengan jendela-jendela panjang yang bagian bawahnya hampir mencapai lantai, dan pengikat tirai jendela model Inggris yang dapat dibuka oleh seorang anak kecil. Aku berjalan berkeliling dan memeriksanya dari dekat dari semua sudut pandang, tapi tak menemukan apapun yang menarik.

“Kemudian aku duduk-duduk di jalan, dan, seperti yang sudah kuharapkan, mengetahui bahwa ada sebuah kandang kuda yang menempel pada salah satu dinding taman. Aku membantu para tukang kuda dengan menyikat kuda mereka, dan aku mendapatkan dua peni, segelas minuman, dua buntalan kecil tembakau dan informasi sebanyak apa pun yang kuinginkan tentang Nona Adler, belum lagi informasi tentang setengah dari jumlah semua orang yang tinggal di lingkungan itu, yang tak membuatku tertarik sedikit pun, tapi kisah tentang mereka tetap harus kudengarkan.”

“Dan apakah Irene Adler itu?” tanyaku.

“Oh, dia membuat kepala semua pria berpaling kepadanya. Kalau mengenakan topinya yang berenda bunga-bunga, dia adalah makhluk paling memesona di planet ini. Nona Adler hidup dengan tenang, menyanyi pada berbagai konser, berjalan-jalan naik kereta kuda pada jam lima setiap harinya, dan kembali tepat jam tujuh malam untuk makan malam. Kadang-kadang jarang keluar, kecuali ketika dia harus menyanyi. Hanya dikunjungi satu tamu pria, tapi pria itu sering berkunjung. Pria itu berkulit gelap, tampan, dan cekatan. Selalu berkunjung minimal satu kali dalam sehari, sering kali hingga dua kali setiap hari. Pria itu adalah Tuan Godfrey Norton, dari Inner Temple. Seorang kusir taksi kereta menjadi orang kepercayaan mereka. Mereka telah mengantarnya pulang belasan kali dari Serpentine Mews, dan tahu segala hal tentang dirinya. Setelah aku mendengar semua yang mereka katakan, aku mulai mondar-mandir di depan Briony Lodge sekali lagi, dan memikirkan rencanaku."

1 comment: